Read Me
Ilmu pengetahuan pada hari ini akan menjadi teknologi pada hari esok. Your Link Here

Selasa, 23 Maret 2010

Perilaku Konsumen

Teori perilaku konsumen, yang biasanya hanya disingkat teori konsumen mencoba
menerangkan perilaku konsumen dalam membelanjakan pendapatannya untuk memperoleh
alat-alat pemuas kebutuhan, yang dapat berupa barang-barang konsumsi ataupun jasa-jasa
konsumsi. Kesimpulan-kesimpulan yang dapat dihasilkan oleh teori konsumen antara lain
ialah bagaimana reaksi konsumen dalam kesediaannya membeli sesuatu barang terhadap
berubahnya jumlah pendapatan yang ia peroleh, terhadap berubahnya harga barang yang
bersangkutan, terhadap berubahnya harga barang-barang yang berhubungan dengan barang
yang bersangkutan, terhadap berubahnya cita-rasa yang dimilikinya. Dengan demikian
jelaslah kiranya bahwa teori konsumen tersebut merupakan dasar teoritik kurva permintaan
akan barang-barang dan jasa-jasa konsumsi.
Fungsi utama daripada barang-barang dan jasa-jasa konsumsi ialah memenuhi
kebutuhan langsung pemakainya. Yang bertindak sebagai pemakai barang-barang dan
jasa-jasa konsumsi pada umumnya adalah rumah-rumah tangga keluarga. Dalam
kedudukannya sebagai pemakai barang-barang dan jasa-jasa konsumsi mereka disebut
konsumen.
Terpenuhinya kebutuhan seorang konsumen menimbulkan kepuasan bagi konsumen
tersebut. Dengan demikian kiranya mudah difahami mengapa para pemikir ekonomi
mengatakan bahwa konsumsi barang-barang dan jasa-jasa menghasilkan kepuasan atau
satisfaction, yang sering pula disebut guna atau utility.
Seperti telah diuraikan sebelum teori-teori ekonomi didasarkan kepada asumsi-asumsi
tertentu, antara lain ialah asumsi rasionalitas. Demikian pula halnya dengan teori konsumen
yang merupakan pokok permasalahan bab ini dan bab berikutnya. Asumsi rasionalitas
dalam teori konsumen terwujud dalam bentuk asumsi bahwa konsumen senantiasa berusaha
menggunakan pendapatannya, yang jumlahnya terbatas itu, untuk memperoleh kombinasi
barang-barang dan jasa-jasa konsumen yang menurut perkiraannya akan mendatangkan
kepuasan maksimum. Di samping asumsi rasionalitas teori konsumen juga menggunakan
asumsi-asumsi umum lainnya, salah satu diantaranya yang penting ialah asumsi bahwa
konsumen mempuyai pengetahuan yang sempurna atau perfect knowledge, khususnya
pengetahuan mengenai macam barang-barang dan jasa-jasa konsumsi yang tersedia di
psar, harga daripada masing-masing barang-barang danjasa-jasa tersebut, besarnya
pendapatan yang ia peroleh, dan juga cita rasa yang ia miliki.
Teori konsumen mengenal dua macam pendekatan, yaitu pendekatan guna karidnal
atau cardinal utility approach dan pendekatan guna ordinal atauordinal utility approach.

Pendekatan guna kardinal menggunakan asumsi bahwa guna atau kepuasan seseorang
tidak hanya dapat diperbandingkan, akan tetapi juga dapat diukur. Oleh karena menurut
kenyataankepuasaan seseorang tidak dapat diukur maka asumsi tersebut dengan sendirinya
dapat dikatakan tidak realistik. Inilahyang biasanya ditonjolkan sebagai kelemahan dari-
pada teori konsumen yang menggunakan pendekatan guna kardinal, yang terkenal pula
dengan sebutan teori konsumen dengan pendekatan guna marginal klasik atau calssical
marginal utility approach.
Sebaliknya teori konsumen yang menggunakan pendekatan guna ordinal menggunakan
asumsi yang lebih realistik. Dengan menggunakan konsepsi kurva tak acuh teori konsumen
yang menggunakan pendekatan guna ordinal tersebut tidak lagi perlu menggunakan
asumsi bahwa kepuasan atau guna seseorang dapat diukur. Sebaliknya kemungkinannya
untuk tetap dapat diperbandingkan tinggi rendahnya kepuasan seseorang, dengan
dipergunakannya konsepsi kurva tak acuh, masih dapat dipenuhi.

Pendekatan Kardinal dan Ordinal
Teori tingkah laku konsumen dapat dibedakan dalam dua macam pendekatan.
1. pendekatan nilai guna(utiliti) kordinal.
PENDEKATAN GUNA KARDINAL
Meskipun pendekatan guna karinal seperti diketengahkan di atas mempunyai kelemahan
berupa tidak realistisnya asumsi dapat diukurnya kepuasan seseorang, namun dari segi lain
pendekatan guna kardinal tersebut mempunyai beberapa kelebihan. Adapun salah satu
kelebihannya yang cukup menonjol ialah berupa lebih mudahnya isi konsepsi guna kardinal
untuk diselami, khususnya bagi mereka yang baru pertama kalimudah dimengerti mengapa
dalam kebanyakan buku teks uraian tentang teori konsumen yang menggunakan pendekatan
guna kardinal hampir senantiasa mendahui uraian mengenai teori konsumen yang
menggunakan pendekatan guna ordinal. Buku inipun tidak menyimpang dari kelaziman
tersebut.
Sebelum kita mulai memperbincangkan isi daripada teori konsumennya sendiri kiranya
ada baiknya apabila asumsi-asumsi yang mendasari pendekatan guna kardinal disebutkan
dan diuraikan secara lebih eksplisit. Di samping asumsi rasionalitas dan pengetahuan yang
sempurna seperti telah disinggung di depan, asumsi-asumsi di bawah ini merupakan asumsi-
asumsi dasar yang khas untuk teori konsumen yang menggunakan pendekatan guna kardinal
(1) asumsi bahwa guna barang-barang atau jasa-jasa konsumsi dapat diukur.
(2) asumsi guna batasuang yang konstan dan guna batas barang-barang konsumsi yang
menurun.
(3) asumsi bahwa anggaran pengeluaran rumah tangga konsumen sama sebesar pendekatan
yang diterimanya, dan
(4) asumsi guna total yang mempunyai sifat aditive


2. pendekatan nilai guna ordinal.
• Nilai guna kardinal menyatakan : kenikmatan yang diraih konsumen dapat dinyatakn secara kuantatif.
• Nilai guna ordinal menyataka : kenikmatan yang diperoleh konsumen dalam mengkansusikan barang tidak dikuantifikasi.
• Nilai guna (utility) adalah kepuasan yang diperoleh konsumen / seseorang dari mengkomsumsi suatu barang. Nilai guna (utility) terbagi mrnjadi 2 yaitu:
Hukum Gossen I
Sebelum membahas lebih lanjut teori perilaku konsumen, coba Anda perhatikan orang yang sedang kehausan dan disediakan 5 gelas air. Apa yang dilakukan orang tersebut dengan 5 gelas air tersebut? Tentunya orang tersebut akan terus menerus meminumnya hingga dia merasa mendapatkan suatu kepuasan yang tinggi. Menurut Anda apakah seseorang yang kehausan akan meminum semua gelas? Jawaban Anda pasti tidak. Dengan demikian nilai kepuasan gelas pertama dengan gelas yang berikutnya memiliki nilai kepuasan yang berbeda. Hal ini oleh Hermann Henrich Gossen diungkapkan dalam Hukum Gossen I yang menyatakan “Jika pemenuhan suatu kebutuhan dilakukan secara terus menerus, maka kenikmatan atas pemenuhan itu semakin lama akan semakin berkurang hingga akhirnya dicapai titik kepuasan”.
Untuk lebih jelasnya kita akan coba susun contoh di atas dalam suatu tabel sebagai berikut:
Keterangan tabel:
- Gelas yang pertama diberi nilai 10 yang merupakan tingkat kepuasan tertinggi.
- Gelas yang kedua kenikmatannya tidak lagi senikmat gelas pertama, maka diberi nilai
lebih rendah, yaitu 8.
- Gelas yang ketiga sampai keempat tingkat kenikmatan semakin menurun (nilai kepuasan
sebesar 6 dan 2).
- Sedangkan gelas yang kelima tidak mau lagi, sudah puas atau sudah jenuh, karena itu
diberi nilai 0.
Hukum Gossen I berlaku dengan syarat:
- benda yang dikonsumsi satu macam dan sejenis.
- pemenuhan berlangsung secara terus menerus, tanpa tenggang waktu.
Hukum Gossen I tidak berlaku apabila:
- benda yang dikonsumsi berbeda macam dan jenisnya.
- terdapat jarak waktu antara pemenuhan pertama dengan kedua dengan orang
yang berbeda-beda.
- tidak berlaku untuk benda-benda yang termasuk narkoba.
Syarat Keseimbangan Konsumen
Perlindungan konsumen adalah jaminan yang seharusnya didapatkan oleh para konsumen atas setiap produk bahan makanan yang dibeli. Namun dalam kenyataannya saat ini konsumen seakan-akan dianak tirikan oleh para produsen. Dalam beberapa kasus banyak ditemukan pelanggaran-pelanggaran yang merugikan para konsumen dalam tingkatan yang dianggap membahayakan kesehatan bahkan jiwa dari para konsumen. Beberapa contohnya adalah :
• Makanan kadaluarsa yang kini banyak beredar berupa parcel dan produk-produk kadaluarsa pada dasarnya sangat berbahaya karena berpotensi ditumbuhi jamur dan bakteri yang akhirnya bisa menyebabkan keracunan.
• Masih ditemukan ikan yang mengandung formalin dan boraks, seperti kita ketahui bahwa kedua jenis cairan kimia ini sangat berbahaya jika dikontaminasikan dengan bahan makanan, ditambah lagi jika bahan makanan yang sudah terkontaminasi dengan formalin dan boraks tersebut dikonsumsi secara terusmenerus akibat ketidaktahuan konsumen maka kemungkinan besar yang terjadi adalah timbulnya sel-sel kanker yang pada akhirnya dapat memperpendek usia hidup atau menyebabkan kematian.
• Daging sisa atau bekas dari hotel dan restoran yang diolah kembali, beberapa waktu lalu public digemparkan dengan isu mengenai daging bekas hotel dan restoran yang diolah kembali atau dikenal dengan sebutan daging limbah atau daging sampah. Mendengar namanya saja kita akan merasa jijik dan seakan-akan tidak percaya pada hal tersebut, namun fakta menyebutkan bahwa dikawasan cengkareng, Jakarta Barat telah ditemukan serta ditangkap seorang pelaku pengolahan daging sampah. Dalam pengakuannya pelaku menjelaskan tahapantahapan yang ia lakukan, yaitu ; Limbah daging dibersihkan lalu dicuci dengan cairan formalin, selanjutnya diberi pewarna tekstil dan daging digoreng kembali sebelum dijual dalam berbagai bentuk seperti sup, daging empal dan bakso sapi. Dan hal yang lebih mengejutkan lagi adalah pelaku mengaku bahwa praktik tersebut sudah ia jalani selama 5 (lima) tahun lebih.
• Produk susu China yang mengandung melamin. Berita yang sempat menghebohkan publik China dan juga Indonesia adalah ditemukannya kandungan melamin di dalam produk-produk susu buatan China. Zat melamin itu sendiri merupakan zat yang biasa digunakan dalam pembuatan perabotan rumah tangga atau plastik. Namun jika zat melamin ini dicampurkan dengan susu maka secara otomatis akan meningkatkan kandungan protein pada susu. Walaupun demikian, hal ini bukan menguntungkan para konsumen justru sebaliknya hal ini sangat merugikan konsumen. Kandungan melamin yang ada pada susu ini menimbulkan efek samping yang sangat berbahaya. Faktanya banyak bayi yang mengalami penyakit-penyaktit tidak lazim seperti, gagal ginjal, bahkan tidak sedikit dari mereka yang meninggal dunia.
Dari keempat contoh diatas dapat kita ketahui bahwa konsumen menjadi pihak yang paling dirugikan. Selain konsumen harus membayar dalam jumlah atau harga yang boleh dikatakan semakin lama semakin mahal, konsumen juga harus menanggung resiko besar yang membahayakan kesehatan dan jiwanya hal yang memprihatinkan adalah peningkatan harga yang terus menerus terjadi tidak dilandasi dengan peningkatan kualitas atau mutu produk.
Hal-hal tersebut mungkin disebabkan karena kurangnya pengawasan dari Pemerintah serta badan-badan hukum seperti Dinas kesehatan, satuan Polisi Pamong Praja, serta dinas Perdagangan dan Perindustrian setempat. Eksistensi konsumen tidak sepenuhnya dihargai karena tujuan utama dari penjual adalah memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya dalam jangka pendek bukan untuk jangka panjang |

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sponsors : Best Themes | New WP Themes | Best Blogger Themes
Copyright © 2013. Android Jelly Bean - All Rights Reserved
Template Design | Published New Blog Themes
Powered by Blogger
Blogger Widgets